Usai Konflik itu, Indonesia kembali dikejutkan oleh berita penyiksaan seorang TKI, Nirmala Bonat oleh warga Malaysia. Berita ini seolah mengungkap berbagai penyiksaan lain yang dihadapi TKI saan mengadu nasib di Negeri Jiran itu.
Masalah penganiayaan TKI berlanjut ke penganiayaan lainnya. Manohara Odelia Pinot (Model Indonesia), dianiaya oleh pangeran Kerajaan Kelantan, Malaysia Tengku Fachry. Penganiayaan ini berbuntut hingga upaya pelarian Manohara dari hotel tempatnya menginap. Konon kabarnya Raja Kelantan (Ayah Tengku Fachry) sampai shock mendengar kaburnya Manohara. Dalam wawancara di Seputar Indonesia RCTI, Manohara menceritakan bagaimana kekerasan itu terjadi. Mulai dari sundutan rokok hingga sayatan silet.
Setelah semua masalah itu berlalu, kini Hubungan Indonesia-Malaysia diguncang prahara baru. Polisi Maritime Malaysia melakukan penangkapan 3 petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 13 Agustus 2010 lalu yang sedang berpatroli dan menangkap nelayan pencuri ikan asal Malaysia itu. Diceritakan oleh 3 petugas KKP, bahwa perlakuan polisi malaysia terhadap mereka bak tahanan riil. Padahal mereka hanya menjalankan tugas patroli di wilayah perairan Indonesia(bukan Malaysia).
Aksi penangkapan 3 Petugas KKP oleh polisi Malaysia menimbulkan protes keras di kalangan masyarakat. Mereka menilai polisi Malaysia main tangkap seenaknya. Padahal mereka bertugas di wilayah NKRI. Protes juga ditujukan ke pemerintah Indonesia yang mem-Barter 3 petugas KKP "terhormat" dengan 7 nelayan "Maling Ikan" asal Malaysia.
Tuntutan dan Demonstrasi berlanjut hingga aksi pelemparan Feses (Tinja) ke Kedubes Malaysia. Tak hanya itu saja, Bendera Malaysia di bakar oleh pendemo. Hal ini Menimbulkan protes keras Pemerintah dan Warga Malaysia yang merasa "dilecehkan harga dirinya" (masih ada gitu harga diri mereka??). Sampai-sampai Menlu Malaysia menolak meminta maaf atas Insiden penangkapan petugas KKP tadi.
Penolakan itu berbuntut ke tuntutan DPR yang "mengharuskan" Malaysia meminta maaf. Nota protes pun dikirimkan DPR ke Pemerintah Malaysia. Tapi kabarnya tak satupun nota itu ditanggapi. Isu rencana pemutusan Hubungan Diplomatik dengan Malaysia pun mulai berhembus. Tak hanya itu, isu Perang Negara Serumpun itu menjadi kabar yang hangat dibicarakan media saat ini.
Ajakan perang mulai berhembus di kalangan masyarakat yang menilai Indonesia telah dilecehkan. Bahkan Pak Permadi (Soekarnois/Anggota Partai Gerindra) dalam tanggapan nya di Metro TV menyatakan Indonesia siap berperang dengan Malaysia. Beliau menggambarkan bagaimana Indonesia bisa menang lawan Belanda hanya dengan bambu runcing. Bandingkan dengan Malaysia yang kekuatannya 180 derajat terbalik dari Belanda. Beliau menambahkan bagaimana TNI kita begitu kuat sehingga mampu menembak teroris. Bandingkan dengan Malaysia yang belum pernah menembak orang apalagi Teroris. Ia menjamin dengan TNI + 230 juta rakyat Indonesia saat ini, dipastikan secara kasat mata Indonesia pasti menang.
Namun perang bukanlah solusi terbaik untuk mengakhiri konflik. Perang bisa terjadi jika Malaysia memang sudah kelewat batas dengan Indonesia. Mau tidak mau Indonesia dihadapkan dengan 2 pilihan, Mengalah atau dikalahkan. Perang tentu membawa dampak negatif yang besar bagi dua negara. Tak hanya di bidang politik dua negara namun juga bidang ekonomi. Bayangkan jika sebuah negara berperang, pemasukan pasti akan berkurang sama sekali. Kegiatan ekonomi akan lumpuh sesaat. Pengeluaran justru meningkat drastis hingga menimbulkan utang berkepanjangan.
Tak ada satupun sisi positif yang bisa diambil dari perang. Perang hanya akan membuat kerugian besar bagi dua negara. Sudah semestinya, Pemerintah Indonesia harus tegas dalam bertindak menyikapi konflik ini. Pemerintah jangan hanya terpaku dan menunggu sikap Malaysia. Jangan sampai masyarakat keburu bosan dan mengambil tindakan sendiri, dan semoga saja jangan sampai isu perang dua negara ini berlanjut hingga menjadi nyata.
0 comments:
Posting Komentar