Kamis, 10 Juli 2014
Indonesia kembali berhasil menyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presidennya secara langsung pada 9 Juli 2014, setelah pertama kali diadakan tahun 2004 dan 2009. Pemilu tahun ini begitu menarik karena hanya menghadirkan dua pasang calon presiden dan wakil presiden, 1) Prabowo-Hatta dan 2) Jokowi-JK. Pemilu yang hanya memberi 2 pilihan kepada masyarakat Indonesia membuat bangsa ini "Terpecah belah" secara politis menjadi dua kubu. Perbedaan ini sesungguhnya merupakan hal yang lumrah terjadi, namun ketika kedua kubu saling serang-menyerang, bahkan cenderung memprovokasi, terbelahnya kubu ini akan semakin menjadi-jadi.
Dari hasil Quick Count yang dirilis sejumlah media, memiliki versinya tersendiri. Tercatat ada berbagai survei yang mengunggulkan pasangan Prabowo-Hatta (JSI, Puskaptis, Indonesia Research Center dan Lembaga Survey Nasional) serta Jokowi-JK (CSIS-Cyrus, RRI, Litbang Kompas, Indo Barometer, Saiful Mujani Research Center dan PolTracking Institute) dengan presentase keduanya bervariasi antara 47%-53% dengan perbedaan jarak hingga mencapai 5%.
Hasil QC yang diumumkan ini kemudian dijadikan dasar para capres untuk mengumumkan kemenangannya. Yang pertama adalah kubu Jokowi-JK bersama tim pemenangannya yang mendeklarasikan kemenangan capres mereka berdasarkan hasil QC yang ditayangkan oleh Metro TV (TV kubu Jokowi), adalah Ibu Megawati yang pertama kali berbicara mengucap syukur atas kemenangan dan mendeklarasikan kemenangan ini.
Sementara dilain hal QC yang dilakukan oleh tim pemenangan Prabowo-Hatta dijadikan dasar pula terhadap deklarasi kemenangan kubu ini. Prabowo-Hatta mengklaim kemenangan atas QC yang dilakukan timnya dengan alasan untuk menghindari opini publik yang "lebih mempercayai" Quick Count yang memenangkan Jokowi-JK.
Hasil ini kemudian turut diperdebatkan oleh masyarakat, karena masyarakat lebih percaya pada lembaga survey QC yang memenangi Jokowi-JK karena dianggap sudah memasyarakat sejak dulu. Padahal saat survei elektabilitas dilakukan sebelum pilpres, lembaga survey ini justru hilang dari peredaran, seakan tak mau mengeluarkan hasil dengan alasan tertentu, seperti Lembaga Survei Indonesia, Lingkaran Survey Indonesia, dan SMRC.
Opini yang terbentuk di masyarakat ini membuat masyarakat melihat tv yang memberi hasil kemenangan Prabowo-Hatta sebagai tv yang membohongi masyarakat, lembaga survey yang dipakai tidak kredibel, curang bahkan dianggap "anti-mainstream" dan memutarbalikkan fakta layaknya kemenangan Brazil atas Jerman 7-1, yang sesunggunya sebaliknya.
Kekhawatiran atas opini yang terbentuk ini akan sangat berdampak saat nanti pengumuman resmi KPU dilakukan. Apabila dalam hal ini Jokowi memenangi pilpres maka lembaga survey itu benar. Namun bagaimana jika ternyata Prabowo menang? Tentu masyarakat akan mengatakan KPU curang, manipulasi data dsb karena masyarakat terlanjur percaya terhadap survey "kredibel" tadi. Apakah masyarakat yang mempercayai survey ini hingga mulut berbusa siap tertunduk malu? Bagaimana dengan mereka-mereka yang telah mengejek survey2 yang berkata sebaliknya kemudian ternyata hasil mereka benar?
Lalu, bagaimana dengan lembaga survey yang telah memberi hasil salah? apakah mereka akan diberi sanksi sebagaimana Metro TV selalu menggembor-gemborkannya, ataukah malah jadi angin lalu seperti kasus Anas Urbaningrum yang gak digantung2 di Monas? Apakah TV yang berani mengumumkan kemenangan seperti Metro TV, BeritaSatu TV dan Kompas siap memberi pernyataan maaf apabila ternyata hasil yang mereka umumkan tak sesuai hasil KPU? apakah mereka siap dikebiri bahkan terancam ditutup apabila mereka terbukti menyebarkan kebencian dan kebohongan publik, begitupula dengan TVOne dan MNC yang menyiarkan survei yang salah..
KPU telah mengingatkan agar semua capres-cawapres menunggu hasil pasti dari KPU, Presiden SBY turun tangan menghimbau agar tidak ada klaim kemenangan dan pesta kemenangan dari kedua kubu, dan agar menghormati hasil pasti dari KPU. Lembaga Survei bukanlah Tuhan yang bisa memastikan dengan benar hasil tersebut, Tuhan yang lebih tahu siapa Presiden kita, jangan kemudian memberi kepercayaan lebih pada Lembaga Survei..
Hal ini kemudian menjadi pembelajaran penting. Apabila hasil resmi KPU telah diumumkan, sudah semestinya semua komponen masyarakat legawa atas hasil tersebut, dan tidak kemudian memicu permasalahan baru yang justru semakin memecahbelah persatuan dan kesatuan negeri kita tercinta.
Penulis berharap, marilah kita berhenti sejenak dari ricuh klaim kemenangan pilpres ini. Siapapun yang terpilih, masyarakat yang telah mencoblos presiden yang menang adalah mereka yang menggantungkan harapan kepadanya, dan mereka yang tidak mencoblos siap untuk mengawasi dan mengawal pemerintahan dan mengkritik kebijakan pemerintah yang salah. Semoga presiden yang terpilih tidak mengecewakan mereka yang telah mencoblosnya dan tidak membuat mereka yang mengawasi kinerjanya menjadi ikut kecewa.
Popular Posts
Blog Archive
About
Translate
Copyright ©
Emille Ilmansyah | Powered by Blogger
Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Segala isi dan elemen dari blog ini dilindungi oleh undang-undang.